PABRIK REFINERY SELAMATKAN HARGA CPO
27 Juni 2019
Medan, (Analisa). Langkah pemerintah menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas diskriminasi produk minyak kelapa sawit (CPO) mendapat dukungan negara Thailand dan Malaysia.
“Adanya dukungan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-Cha saat bertemu Presiden Joko Widodo di sela Konferensi Tingkat Tinggi ke-34 ASEAN di Bangkok Sabtu 22 Juni 2019 akan semakin menguatkan langkah yang dilakukan Indonesia,” ungkap Dirut PT Mahkota Group (MGRO), Usli Sarsi kepada Analisa, Selasa, (25/6).
Walau ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa tidak banyak, namun dapat berdampak sistemik pada ekspor CPO Indonesia ke sejumlah negara seperti Tiongkok, Pakistan, India dan lainnya karena disebut telah merusak lingkungan.
Isu pebalakan hutan yang dikaitkan pada CPO Indonesia sangat tidak tepat. Kasus pembalakan hutan di Indonesia terjadi tahun 2008 lalu dan sejak tahun 2010 pembalakan hutan sudah sangat jarang dan sampai sekarang.
“Kasus pembalakan hutan yang dipersoalkan Uni Eropa tahun 2008 lalu sangat tidak relevan. Kalau mau diundur ke belakang tahun 1990-an negara Uni Eropa juga melakukan pembalakan hutan untuk tanaman kedelai secara besar-besaran. Di sisi lain kelapa sawit paling banyak menghasilkan oksigen daripada kedelai,” jelas Usli.
Menurut Usli, penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) tidak semata-mata disebabkan penolakan CPO Indonesia ke Uni Eropa, namun karena terjadi pelemahan ekonomi di banyak negara.
Pelemahan ekonomi semakin diperparah adanya perang dagang Tiongkok dan Amerika Serikat. Perseteruan ini berimbas ke negara lain yang banyak mengekspor produk ke dua negara tersebut, termasuk Indonesia.
“Kita berharap dengan adanya pertemuan kedua kepala negara di G20 akan menemuka titik temu dalam menyelesaikan perang dagang,” kata Usli.
Petani
Harga TBS antara Rp900/kg sampai Rp800/kg, petani kelapa sawit masih bisa sedikit memperoleh keuntungan. Tapi bila harga TBS turun di bawah Rp700/kg, petani akan mengalami kesulitan untuk bertahan.
“Dengan modal tanam Rp500 per kilogram, sangat tidak mungkin petani mendapat untung dengan harga TBS di jual Rp700 per kilogram. Apalagi jarak kebun dengan pabrik jauh, biaya yang dikeluarkan akan bertambah,” katanya.
Menurut Usli pemerintah harus segera mengambil langkah untuk menyelamatkan petani sawit. Apalagi pada semester kedua pada bulan Agustus dan September terjadi panen puncak di Sumatera Utara. Jangan sampai panen puncak harga TBS turun dan justru petani tidak memperoleh keuntungan.
“Saya yakin harga TBS tidak akan mengalami penurunan lagi. Kalau pun terjadi tidak dalam waktu lama, hanya seminggu atau dua minggu saja,” sebutnya.
Pemerintah harus mengurangi ketergantungan CPO Indonesia ke luar negeri. Penerapan Biodisel 20% (B20) yang dilakukan tahun 2019 telah menyerap 3,8 juta ton CPO. Bila B30 Tahun 2020 dilakukan akan menyerap 8-9 ton juta CPO. Semakin meningkat penggunaan Biodisel menyerapan CPO semakin banyak.
Selain penggunaan Biodisel, pemerintah harus mendorong industri refinery minyak sawit menjadi bahan jadi. Bila tidak ada kendala pada bulan Agustus pabrik refinery minyak sawit dalam bentuk minyak makan curah milik Mahkota Group siap beroperasi. Dengan kehadiran pabrik refinery kelapa sawit, TBS milik petani yang ada di sekitar pabrik dapat terserap tanpa tergantung permintaan luar negeri.
“Ini langkah awal. Setelah minyak makan, rencana selanjutnya akan membuat biodisel, sabun, mentega dan turunan lainnya dari minyak sawit,” jelasnya.
Indonesia masih butuh banyak pabrik refinery. Apalagi CPO yang menjadi bahan baku sangat banyak tersedia. Ini menjadi daya tarik investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. (rin)
Sumber : http://harian.analisadaily.com/ekonomi/news/pabrik-refinery-selamatkan-harga-cpo/756541/2019/06/27