Ikuti kami




PEMERINTAH HARUS SERIUS

15 Oktober 2019

DATA Kementerian Perdagangan menyebutkan, total produksi minyak goreng (migor) nasional per tahun sekitar 14 juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 5,1 juta ton untuk me­menuhi kebutuhan dalam negeri, dan sisanya untuk kebu­tuhan pasar luar negeri.

Dari kebutuhan dalam negeri, hampir 50 persen masih mengonsumsi migor curah yang belum terjamin kebersihannya. Untuk menjamin kebersihan migor, Kemendag berencana melarang peredaran migor curah. Bagaimana peluang migor di Indonesia? Mungkinkah migor kemasan menggantikan migor curah? Berikut ini petikan wawancara terpisah dengan Direktur Utama PT Mahkota Group Usli Sarsi dan owner PT Paluta Inti Sawit, Iwan Hartono.

Analisa: Merujuk data Kemendag, kebutuhan migor dalam negeri sudah berlebih, mengapa Mahkota mendirikan pabrik migor?

Usli: Kita melihat jumlah penduduk Indonesia setiap tahun bertambah. Itu berarti permintaan migor akan terus bertambah. Bila kapasitas produksi yang ada sekarang tidak bertambah, maka kebutuhan migor untuk dalam negeri bisa berkurang. Bayangkan saja negara-negara pengimpor CPO seperti China dan India berani menginvestasikan puluhan juta dolar untuk mendirikan pabrik migor.

Lantas mengapa kita tidak berani menginvestasikan untuk mendirikan pabrik migor yang bahan baku sangat banyak tersedia di Indonesia? Dari sini kita melihat ketergantungan bahan baku tinggi sekali. Kalau Indonesia banyak memiliki pabrik migor, maka hasil perkebunan kelapa sawit bisa diolah menjadi bahan jadi untuk di ekspor. Dengan begitu harga jual bisa lebih tinggi.

Selain itu, menambah lapangan kerja dan pendapatan negera meningkat. Bila Indonesia mampu memproduksi migor dalam jumlah banyak, otomatis pabrik migor di luar negeri akan berhenti atau tidak berproduksi. Dari kualitas migor yang dihasilkan Indonesia akan lebih baik dari pada luar negeri.

Analisa: Apa alasannya produksi migor dalam negeri lebih baik dari pada luar negeri?

Usli: Begini. CPO bahan baku untuk produksi migor masih mengandung zat asam. Semakin lama CPO disimpan, zat asam semakin tinggi. Semakin tinggi zat asam, semakin banyak CPO yang terbuang saat diolah menjadi migor. Itu berarti harga migor menjadi mahal. Memang zat asam yang terdapat di dalam CPO masih dapat dipergunakan untuk membuat sabun. Hanya saja nilainya akan turun. Bayangkan bila CPO langsung diolah menjadi migor di Indonesia, maka dapat memperkecil zat asam.

Selain itu, bila CPO diolah menjadi migor, maka bisa lebih tahan lama karena sudah melalui penyaringan, sehingga tidak ada lagi zat asam. Saat ini kami memiliki 26 tangki penampungan. Masing-masing tangki berkapasitas 3 ribu ton.

Analisa: Bagaimana dengan migor nabati seperti dari kedelai, bunga matahari dari luar negeri?

Usli: Saya menyakini migor berbahan sawit menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan saja dalam negeri tapi juga luar negeri. Sebagai perbandingan satu hektar kelapa sawit sama dengan 10 hekter kedelai untuk menghasilkan migor dengan jumlah yang sama. Jadi untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat, banyak lahan yang dipergunakan untuk migor nabati dan itu menyediakan lahan luas sangat tidak mungkin.

Analisa: Kemendag berencana akan melarang migor curah beredar, apakah ini menguntungkan produsen migor kemasan?

Iwan: Rencana pemerintah itu pada 2014 lalu sudah ada, tapi sampai sekarang belum juga diterapkan. Dengan adanya pelarangan tentu bisa menguntungkan produsen migor kema­san. Tapi perlu diingat, perusahaan migor selain memproduksi dalam bentuk curah juga membuat dalam bentuk kemasan. Memang ada juga perusahaan yang menyediakan migor dalam bentuk curah dan tidak menyediakan dalam bentuk kemasan. Selama ini kehadiran migor curah dapat dikatakan sebagai saingan migor kemasan. Harga migor curah lebih murah menyebabkan banyak konsumen membeli.

Analisa: Mengapa migor curah diragukan kebersihan dan kualitasnya?

Iwan: Pada prinsipnya proses migor sama. Hanya pendistribusiannya yang berbeda. Distribusi migor curah melalui mobil tangki ke pedagang. Oleh pedagang migor curah dimasukkan ke drum atau jeriken dalam jumlah banyak. Bisa jadi saat proses pendistribusian ini terkontaminasi.

Sedangkan migor kemasan, sejak dari pabrik sudah dikemas sehingga tidak mungkin terkontaminasi. Apalagi saat ini sekitar 50 persen migor di dalam negeri di jual dalam bentuk curah. Ini membuka peluang kecurangan para produsen dengan mencampur jelantah demi mengambil keuntungan besar. Saya pikir dengan melarang migor curah beredar, pemerintah ingin melindungi konsumen untuk mendapatkan migor higienis dan berkualitas.

Analisa: Apa kendala sehingga sulit melarang migor curah beredar?

Iwan: Sebenarnya tidak ada kendala. Secara produksi saya yakin produsen migor kemasan mampu menyediakan kebutuhan dalam negeri. Begitu pula dalam hal pendistribusian, tidak ada kendala. Kalau migor curah memakai mobil tangki, migor kemasan dengan mobil boks.

Dari segi harga sebenarnya juga tidak jauh beda, walau migor curah lebih murah. Tapi menurut saya masih mampu dijangkau masyarakat. Tinggal lagi bagaimana keseriusan pemerintah. Saya melihat pemerintah masih ragu dalam melarang peredaran migor curah, mengingat sejak 2014 sampai sekarang belum juga dilaksanakan. Apakah benar 1 Januari 2020 pemerintah menerapkan larangan migor curah beredar? Menurut saya migor kemasan dapat menggantikan migor curah. (fahrin malau)

Sumber : http://harian.analisadaily.com/jentera/news/pemerintah-harus-serius/807661/2019/10/13