PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KEKUATAN EKONOMI INDONESIA
15 Juli 2020
Sebagai negara agraris, pemerintah Indonesia harusnya lebih memberikan perhatian khusus pada pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertanian dan perkebunan terbukti beberapa kali menjadi penopang ekonomi saat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat bahkan menurun karena usaha lain mengalami kemerosotan.
“Selama masa pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Banyak usaha terhenti seperti pariwisata, perhotelan, restoran, industri, dan sebagainya,” ungkap Presiden Direktur PT Mahkota Group Tbk, Usli Sarsi kepada Analisa belum lama ini.
Akibat banyak usaha yang terhenti, lonjakan pengangguran tidak dapat terbendung. Kementrian Ketenagakerjaan mencatat 1,5 juta pekerja terpaksa dirumahkan. Sedangkan Kadin menyebutkan akibat Covid-19, sebanyak 6,4 juta pekerja terkena PHK dan dirumahkan. Sedangkan dari jumlah tersebut, kata Usli, tenaga kerja pertanian dan perkebunan belum ada laporan yang di PHK atau dirumahkan.
Saat ini diperkirakan pertanian dan perkebunan hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 30 persen. Angka ini kata Usli masih sedikit bila dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia yang bisa dikelola sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Harusnya tenaga kerja di pertanian dan perkebunan mencapai lebih dari 30 persen.
Lahan rawa misalnya dapat dikelola sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementrian Pertanian mencatat luas lahan rawa terdiri dari lahan rawa pasang surut, rawa lebak dan gambut sebanyak 34,1 juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua dan sedikit di Sulawesi. Dari jumlah tersebut baru sekitar 1 juta hektar yang difungsikan sebagai lahan sawah produktif. Padahal masih data yang dikeluarkan Balitbangun ada sekitar 9 juta hektar lahan rawa yang dapat dikelola lahan sawa produktif.
Selain untuk lahan pertanian, lahan rawa juga bisa dikelola menjadi lahan perkebunan, seperti karet, sawit dan perkebunan lainnya.
“Secara pribadi saya tidak setuju lahan gambut dikelola sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Kalau lahan pasang surut dikelola dengan baik, hasil panen yang diperoleh juga bisa lebih banyak,” sebut Usli.
Untuk mewujudkan kekuatan ekonomi Indonesia di pertanian dan perkebunan, pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta harus bergandeng gangan. Pemerintah sebagai pembuat peraturan (regulasi). Sedangkan BUMN dan swasta harus memiliki visi dan misi yang sama. Bila ketiga pihak tidak saling mendukung satu sama lain, sulit pertanian dan perkebunan di Indonesia menjadi kekuatan ekonomi.
Di perkebunan bila dilakukan pola tanam yang benar akan menghasilkan yang lebih banyak. Saat ini rata-rata hasil panen sawit 1 ton/hektar/tahun. Sedangkan di Malaysia sudah mencapai 2 ton/hektar/pertahun. Ini menunjukkan bahwa pola tanam yang dilakukan belum sesuai sehingga hasil panen tidak maksimal.
Pemerintah harus lebih memperkecil penggunaan pupuk kimia untuk menjamin kesinambungan kesuburan lahan. Terjadi alih fungsi lahan pertanian salah satu disebabkan kesuburan tanah berkurang sehingga hasil panen rendah.
“Kita sudah melakukan riset dengan penggunaan pupuk kompos untuk sawit bisa menghasilkan panen 2 ton lebih/hektar/tahun. Harus diingat ada 10 mata rantai pertanian dan perkebunan dari hulu ke hilir,” tegas Usli.