LARANGAN EKSPOR CPO MINTA SEGERA DICABUT
17 Mei 2022
Larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak goreng membawa dampak negatif berganda, bukan saja kepada pelaku usaha perkelapasawitan tetapi juga kepada 3 juta petani kelapa sawit di Indonesia.
Selain itu, kinerja makro ekonomi Indonesia terancam karena penurunan devisa ekspor sehingga bisa menjadi faktor yang menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Utara bidang perkebunan dan pertanian, Usli Sarsi meminta keran ekspor CPO harus dibuka kembali secepatnya.
“Kita meminta pemerintah untuk memutuskan ini sehingga tidak berdampak domino,” ungkapnya melalui telepon selular, Senin (16/5).
Larangan ekspor CPO ungkap Usli yang juga Direktur Utara PT Mahkota Group telah merugikan industri sawit, mulai dari petani sampai mengusaha.
“Kelebihan pasokan minyak sawit yang selama ini terserap di pasar ekspor tidak mungkin bisa diserap di pasar domestik. Segera cabut larangan tersebut,” katanya.
Salah satu dampak nyata dari kebijakan larangan ekspor tersebut adalah penurunan harga TBS (tandan buah segar) petani sawit. Rendahnya penyerapan CPO akibat larangan ekspor membuat harga TBS tertekan.
Tidak banyak industri yang memiliki perkebunan sawit. Mereka (industri sawit mengambil bahan dari petani sawit). Begitu pula tidak banyak industri kelapa sawit memiliki tangka timbun untuk menyimpan CPO.
Perlu diketahui Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah menjadi CPO tidak bisa di simpan terlalu lama. Penyimpan CPO jangan lebih dari 2 bulan kerana kalau terlalu lama disimpan kadar asam menjadi naik dan kualitas CPO menjadi menurun.
Semakin lama larangan ekspor CPO yang dilakukan pemerintah, semakin besar kerugian yang dialami industri sawit. Indonesia memiliki sekitar 1000 industri sawit besar dan kecil. Kalau dihitung-hitung kerugian industri sawit di Indonesia bisa mencapai triliunan rupiah.
“Kita mendukung upaya pemerintah untuk menekan harga minyak goreng untuk masyarakat. Tapi yang perlu dipertanyakan pemberian subsidi minyak goreng untuk siapa”, tanyanya.
Pemberian subsidi yang paling tepat diberikan kepada masyarakat menengah ke bawah. Saat ini banyak harga kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan seperti gula dan lainnya. Tapi kenapa minyak goreng yang dikasih lebel tidak mendukung. Ini kurang tepat apalagi sampai dituduh bisnis minyak goreng banyak mafia. Kalau dikatakan ada pengusaha nakal memang betul dan kalau dikatakan ada distributor yang mengambil kesempatan dari sini juga betul ada. Tapi itu harus dipilah, masih banyak pengusaha sawit yang memiliki jiwa nasionalis, baik membayar pajak dengan benar, mengekspor CPO dan memberi kontribusi devisa negara, itu yang harus dijelaskan dan jangan masyarakat diberi informasi yang menyesatkan, termasuk media dalam memberikan informasi kepada masyarakat yang edukasi.
Sumber : https://medan.tribunnews.com/2022/05/17/larangan-ekspor-cpo-minta-segera-dicabut