WEBINAR PPS UNIVERSITAS MTU
24 Februari 2022
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang diluncurkan pemerintah mulai 1 Januari sampai 30 Juni sifatnya hanya mengungkapkan harta bersih atau belum kurang diungkapkan. Melalui program ini wajib pajak mendapat kesempatan untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela. Bedanya pada kebijakan pertama yakni Tax Amnesty wajib pajak orang pribadi dan badan usaha. Sedangkan kebijakan kedua PPS wajib pajak untuk orang pribadi.
Demikian disampaikan Konsultan Pajak, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, Advokat, Drs. Nobertus Simon SH, MM, Ak dari Surabaya pada acara Webinar “Program Pengungkapan Sukarela vs Tax Amnesty” yang dilaksanakan Universitas Mahkota Tricom Unggul (MTU) Jumat (18/2).
Pada kebijakan pertama pengampunan pajak tahun 2016 lalu, perserta Tax Amnesty pada program PPS ini dapat mengungkapkan harta yang belum diungkap dalam Tax Amnesty dengan membayar PPH final sebesar 6 persen apabila harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi terbaharukan. Harta yang di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri sebesar 8 persen. Sedangkan harta di luar negeri yang tidak direpatriasi sebesar 11 persen.
Sedangkan kebijakan kedua pada PPS, wajib pajak orang pribadi dapat mengungkapkan harta yang diperoleh dari tahun 2016 sampai 2020, namun belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 dengan membayar PPh Final sebesar 12 persen apabila harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi terbaharukan. Harta yang di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri sebesar 14 persen. Sedangkan harta di luar negeri yang tidak direpatriasi sebesar 18 persen.
Pada kebijakan pertama , wajib pajak yang telah memperoleh surat keterangan tidak dikenai sanksi administratif sebesar 200 persen. Data dan informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Sedangkan pada kebijakan kedua tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk tahun pajak 2016 sampai 2020, kecuali ditemukan data dan/atau informasi lain mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta.
Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud meliputi PPh orang pribadi, PPh atas pemotongan dan/atau pemungutan, dan PPN, kecuali atas pajak yang sudah dipotong /dipungut tetapi tidak disetorkan.
Data dan informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Sedangkan pemateri pertama, Rektor Universitas MTU, Dr. Dompak Pasaribu, SE, M.Si, CPA, CACP menyebutkan pengampunan pajak sudah beberapa kali dilakukan di Indonesia. Pengampunan pajak pertama kali dilakukan pada tahun 1964 dengan sebutan Tax Amnesty, namun program ini gagal dilakukan karena Gerakan G30 PKI. Pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1984 kembali dilakukan pengampunan pajak, tapi dianggap kurang berhasil. Pada pemeritah SBY pengampunan pajak dengan sebutan Sunset Policy. Pada masa pemerintahan Joko Widodo pengampunan pajak dilakukan dua kali, pertama tahun 2016 dengan sebutan Tax Amnesty dan sekarang dengan Program Pengungkapan Sukarela.
Tujuan pengampunan pajak yang dilakukan pemerintah sebagai bentuk untuk mengumpulkan dana atau menarik pajak yang belum patuh.
“Kita dari Universitas MTU sangat mendukung program pengampunan pajak yang dilaksanakan pemerintah dan kami mengajak kepada masyarakat yang ikut webinar ikut PPS sesuai aturannya” ajaknya.
Sebelumnya Ketua Yayasan Pendidikan Mahkota Tricom, Usli Sarsi dalam sambutannya mengatakan dari pengalaman mengikuti Tax Amnesty banyak memberikan kemudahan. Padahal waktu itu kata Usli banyak orang yang beranggapan Tax Amensty adalah jebakan batman.
“Setelah saya mengikuti Tax Amnesty ternyata banyak kemudahan yang diperoleh dalam pelaporan harta kekayaan yang sebelumnya sangat sulit untuk dilakukan,” katanya.
Program Pengungkapan Sukarela yang dilakukan pemerintah, Usli meminta agar dapat dimanfaatkan untuk melaporkan harta bersih yang belum diungkapkan.
Sumber : https://medan.tribunnews.com/2022/02/24/wajib-pajak-manfaatkan-pps-laporkan-harta-kekayaan